CEO InMobi Naveen Tewari memprioritaskan Imajinasi, Harmoni, dan Aksi; Berikut Bagaimana Ia Merealisasikan Visinya Tersebut.
Setelah rumor yang beredar awal tahun ini bahwa InMobi, perusahaan periklanan mobile raksasa India mempertimbangkan penjualan perusahaannya ke Google. CEO Naveen Tewari pun mengumumkan bahwa perusahaannya tersebut berencana untuk tetap independen dan mencari peluang untuk IPO.
“Kami sangat bangga berasal dari Asia akrena India dan China adalah dua negara yang melakukan lompatan menyeluruh dalam era PC. Maka kami pikir permainan industri mobile baru saja dimulai,” ujar Tewari kepada Fast Company. “Seberapa sering anda mendarat di ruang pergeseran paradigma yang mana anda menjadi salah satu pemimpin terdepan di industri tersebut?”
Perusahaan yang hanya berada di urutan kedua di bawah Google dalam pasar periklanan global ini, mengumumkan bahwa pada Februari lalu mereka telah mencapai 1 milyar pengguna unik. Dalam dua tahun terakhir, InMobi telah mengeluarkan 20 produk baru ditujukan membantu klien dengan periklanan mobile. Dan sejak pendiriannya tahun 2007, para karyawan dan mantan karyawannya telah meluncurkan lebih dari 40 startup.
Lalu bagaimana bisa sebuah perusahaan terdepan di pasarnya menuju angka 100 milyar dollar namun tetap berlanjut berpikir layaknya sebuah startup? Tewari menguraikannya dalam 3 pendekatan berikut:
1. Buang tradisi lama metrik ukuran kesuksesan
Sudah bukan rahasia lagi jika inovasi yang sesungguhnya hanya datang dari sebuah eksperimen yang gagal, oleh akrena itu menurut Tewari sulit untuk mengukur inovasi dengan ukuran metrik pertumbuhan (sukses) tradisional seperti yang digunakan banyak perusahaan saat ini. Sebuah projek yang gagal dengan dipetiknya pelajaran dari inovasi tersebut masih bisa dihitung sebagai pertumbuhan. Maka InMobi membuang semua penghitungan klasik metrik performa tersebut, yang mana digunakan banyak perusahaan besar.
“Kami memberitahu product engineer dan product manager, ‘Dengar, konsep aneh ini yang mana memberian anda bonus di seperempat tahun adalah tidak penting karena anda semua berusaha untuk melakukan sesuatu yang fenomenal,’” ujar Tewari. “Kami cabut semua percakapan yang kemungkinan membuat performa orang-orang di sini dinilai berdasarkan insentif jangka pendek.”
Alih-alih memberi bonus, karyawan menerima kenaikan gaji yang stabil tiap tahun. Para karyawan juga diizinkan dan didorong untuk mengerjakan projek sampingan, selama projek sampingan tersebut tidak mengganggu tugas harian mereka. Dan disebut Tewari dalam upayanya membangun kepercayaan dengan timnya, perusahaan saat ini mendekati zero policies. Seperti perjalanan (“Pergilah jika itu penting untuk kamu”) dan biayanya (“Jalan-jalan lah selama kamu menggunakan uang sendiri”) sesederhana itu dalam satu kalimat pendek.
Sebagaimana siklus inovasi mengerucut dan perusahaan-perusahaan menjadi lebih kompetitif, satu-satunya keuntungan jangka panjang yang dimiliki sebuah perusahaan adalah inovasi, ujar Chief Revenue Officer InMobi Abhay Singhal. “Kami pikir jika organisasi ingin memelihara budaya startup, jika organisasi menjadi inovatif dan gesit di masa depan, maka kami perlu orang-orang yang berpikiran terbuka, orang-orang menghargai imajinasi, persatuan, dan aksi dan pengalaman.”
Tantangan berikutnya adalah memastikan ketahanan mentalitas.
2. Buat budaya melekat
Juni lalu, InMobi memberikan budaya internal perusahaan sebuah nama resmi yaitu YaWiO (berdasarkan kata-kata bahasa Turki, Sanskrit, dan Latin untuk imajinasi, harmoni, dan aksi), dan ditemani dengan festival perusahaan yang diberi nama YaWiO-X.
“Kami ingin setiap orang di InMobi untuk kembali berimajinasi, untuk meregangkan diri mereka, untuk berpikir sebuah dunia baru yang mana sangat, sangat berbeda dari yang mereka warisi,” ujar Singhal. “Tapi jangan keluar dari harmoni, entah itu harmoni dengan kolega mereka, harmoni dengan lingkungan, harmoni dengan bagaimana konsumen dan partner mempersepsikan kami.”
Untuk memastikan budaya perusahaan lebih dari sekedar pernyataan misi yang terlupakan, InMobi menganggapnya hampir seperti sebuah agama. “Tiga ramuan dasar yang membawa budaya ke kehidupan adalah skenario-bagaimana kami seharusnya beroperasi. Ritual adalah yang kedua. dan ketiga adalah festival-festival yang kami rayakan dari waktu ke waktu,” ujar Singhal.
Festival YaWiO-X perdana adalah hackathon, di mana 270 karyawan (dikenal sebagai InMobians) dari kantor pusat Bangalore dibagi menjadi beberapa grup dan ditugaskan untuk memecahkan satu dari tiga tantangan dari X Prize, Magic Bus, dan startup aerospace India Team Indus. Solusi-solusi yang dirancang InMobians untuk berbagai masalah seperti keselamatan wanita di seluruh dunia, mengatur komunikasi antara kendaraan jelajah tanpa awak dan pendarat di bulan, dan transmisi materi edukasi ke anak-anak melalui koneksi low bandwidths.
Dan festival tiga hari tersebut tidak hanya memproduksi beberapa ide potensial yang mengubah dunia, tapi juga menanamkan apa itu budaya perusahaan tersebut.
“Kami sadari bahwa festival tersebut sangat, sangat unik untuk membawa budaya ke kehidupan-sebuah festival yang benar-benar mengambil nilai-nilai kami dan membuka diri kami kepada dunia, dan belajar dari apa yang kami lakukan dan kontribusikan kembali ke budaya kami,” ujar Singhal.
3. Open-source kesuksesan anda
Seperti yang diketahui bahwa InMobi mengasah budaya internalnya, Tewari mengatakan perusahan-perusahaan lain pun turut memperhatikan hal tersebut.
Ketika YaWiO diluncurkan bulan lau, 50 perusahaan telah mampir ke kantor pusat InMobi untuk mempelajari bagaimana mengimplementasikan budaya pembinaan inovasinya. Pada satu titik, ia mengatakan, InMobi harus merekrut staff full-time hanya untuk memainkan peran sebagai tuan rumah bagi perusahaan-perusahaan ini.
Maka InMobi memutuskan untuk open-source tenaga perusahaan-perusahaan tersebut.
“Sebagai praktisi teknologi, kita semua menulis code. Dan kita terlihat menuliskan code untuk sebuah budaya. Maka kenapa tidak membagikan code budaya tersebut ke orang-orang?” ujar Tewari. “Mungkin kita akan memiliki banyak perusahaan di dunia yang berjalan berdasarkan YaWiO.”
Sumber: Fast Company