top of page

Brand yang Saya Besarkan

19_edited.png

LIHAT CERITA LAINNYA

Latar  Belakang
Indomie 50 Tahun Kemerdekaan RI

​Adalah pak Agustinus dan pak Christ Iwan Arsianto yg meminta saya ikut pitching kampanye IKLAN Indomie pada malam penganugrahan TOP Brand 1994. Itu terjadi di awal 1995, penghargaan TOP Brand dari salah satu klien sy SANAFLU yg mengalahkan brand2 Unilever Indonesia. Bangga!.

  

Singkat kata saya datang. Dapat brief langsung dari ibu Eva Riyanti Hutapea. Bikin iklan Indomie buat perayaan 50 tahun Indonesia merdeka

  

"Saya mau bikin iklan corporate Indofood menyambut 50 thn kemerdekaan Indonesia. 50thn itu penting sy mau buat kolosal" kata bu Eva

 

Lho kok Indofood? "Iya. Indofood" kata bu Eva. Apa ada kaitannya Indofood yg barusan Go Public? "Bukan. Sy mau mmperkuat pemasaran Indomie"

  

Singkat kata saya usulkan branding Indomie karena kontribusinya yg saat itu paling besar. Kalau gak salah 80%. Dan bu Eva setuju

  

Brand Indomie itu banyak mandatories-nya. Jingle, lyrik, Logo, aplikasi Logo, foodshot, warna pantangan, elemen larangan. Hadeuh.

  

Utk iklan 'corporate' kuncinya ada pada Themesong yg membangun emosi. Dlm hal ini semangat kebangsaan. Madatory harus pakai jingle Indomie

  

Tantangan terberat buat saya adalah mengaransemen jingle menjadi 'Themesong'. Termasuk lyric-nya yg kuat menancap dibenak konsumen

  

"Dari Sabang sampai Merauke" Lyrik pembuka jingle Indomie ini sangat kuat. Hrs diciptakan kalimat yg lebih kuat yaitu "Puji syukur pada Ilahi". Maka lirik jingle Indomie pun berubah menjadi, "Puji syukur pada Ilahi. Indahnya alam kemerdekaan. Indonesia tanah airku. Majulah negriku" Lyrik yg lebih kuat dari lyric asli Jingle Indomie

  

Aransemen harus membangun mood kebangsaan. Adalah abang Elfa Secoria almarhum yg saya minta mengaransemen sesuai kebutuhan.. Agar terbangun mood saat presentasi, saya pakai 'moving board' dengan beberapa 'steal-O-motion' dari beberapa footage.

  

Sampailah hari yang ditunggu. Presentasi. Ternyata agency kami Hotline Advertising satu2nya yg tetap bertahan pada brand Indomie sbg product hero Indofood. Saat kami tunggu keputusan bu Eva hari itu juga, Pak Agustinus menyampaikan komentar yang menakutkan "Riskan sekali. Berdoa saja lah" gitu katanya

  

Kami dipanggil masuk. "Pemenangnya Hotline". kata bu Eva. Dan protes pun bermunculan dari para manager Indofood mengingat briefnya utk corporate Indofood, bukan Indomie

 

Bu Eva bersikukuh bahwa cara untuk memperkuat corporate image Indofood adalah dengan memperkuat image Indomie. Dan bu Eva bergeming dgn putusannya

  

Ada manager yg berkilah "Kalau gitu kata Indomie  harus masuk dlm lyric". Bu Eva menolak krn beliau tau justru itu akan melemahkan themesongnya

  

Bu Eva tetap konsisten. Bahkan ketika biayanya mencapai empat ratus ribu US Dolar, bu Eva gak nawar. "Asal Pak Biakto yang harus menyutradarainya' Waduh? Saya tahu itu ekspresi atas sebuah TRUST. Ternyata harafiah. Beliau menolak katika saya ajukan nama sutradara asing

 

Ada yang menarik saat shooting TVC ini. Klien hanya hadir ketika kita shooting di Gunung Putri sekitaran Jakarta dan di pabrik Indomie di Purwakarta. Mereka malas mengikuti shooting ke daerah-daerah.

Bayangkan, kita menjelajah dari Sukabumi untuk shoot lada yang didatangkan dari Lampung dan harus di cat satu-persatu karena ladanya masih hijau.

 

Lalu kita pindah ke Brebes untuk shoot adegan angon bebek, petani bawang dan petani cabe. Lalu ke Ambarawa shoot adegan lori tebu.

 

Ada yang unik ketika kita sampai pada adegan shoot cabe. Noel, asisten produser saya melapor bahwa ada sebidang kebon cabe yang cabenya sudah merah tapi daunnya kuning, Kalau yang daunnya hijau ya cabenya masih hijau.

 

Saya jawab “Saya mau cabe merah, daun hijau. Titik”

Dan malam itu separuh penduduk desa begadang mengikat cabe merah satu persatu di kebun daun hijau dengan kawat. Dan ketika saya datang ke lokasi scene yang saya mau set pun siap. Cabe merah di kebun cabe berdaun hijau. Salut buat Noel.

 

Ada lagi yang unik yakni mencari 1.000 talent yang harus menari payung sambil membuat formasi logo 50 tahun Republik Indonesia dipuncak Bromo.

 

Mas Sentot dan mbak Maruti punya ide gila. “Mengapa kita gak pakai calon prajurit Marinir saja? Mereka punya disiplin dan phisik yang kuat. Bayangkan betapa panasnya dipuncak Bromo. Saya nggak kebayang kalau pakai anak2 SMA”

 

Kendala berikutnya dipuncak Bromo itu gak ada tanah datar yang bisa menampung 1.000 orang membentuk formasi. Kita harus  mengkloning gunung Bromo dengan sebuah bukit di Gunung Putri.

 

Akhirnya saya telpon post saya di Bangkok. “Can you montage moving picture with another moving picture?” Sang operator pun menjawab “No. But moving object on static picture we can do” “Deal” jawab saya

 

Maka sayapun shoot puncak Bromo dengan Gunung Putri sebagai puncaknya, dimana 1.000 orang prajurit membuat formasi diatasnya. Cilakanya puncaknya cuma muat lima ratus orang. "Potong" kata saya. Dan Noel pun mengerahkan 5 buah buldozer memotong puncak bukit itu sehingga menampung seribu orang.

 

Ada yang lucu ketika post di Bangkok. Untuk ending scene ternyata operator Amrik menghabiskan 18 jam dan … gagal memontage 3 layers gambar. Saya dan client gak menyadari karena kami dikasih bolu ganja. Sehingga semalaman Cuma ketawa-ketawa triger happy.

 

Akhirnya esok harinya ketika saya disidang sama para bule bule, saya minta ganti operator local asal mau saya pandu cara bikin montage. Berbekal “Moving picture with moving object on static picture" scene yang hanya 3 detik itu hanya perlu 3 jam menyelesaikan sebagai ending scene, Tanpa bolu ganja tentunya hahaha.

 

Terima kasih

Mengapa Seleraku

Ada yang menarik ketika bu Eva selaku CEO Indoood menanyakan "Apakah pak Bi akan mempertahankan kata "Seleraku" sebagai  Tagline Indomie, mengingat kata itu sudah lama melekat dibenak konsumen sebelumnya?"

 

Sepertri kita ketahui bersama kata SELERAKU adalah warisan dari biro iklan sebelumnya. Nukan kata katanya yang penting 'makna' dari kata kata tersebut secara kita memasuki  era dimana konsumen bukan kagi mencari keunggulan sebuah produk tapi 'makna' dari keunggulan produk itu bagi dirinya.

 

Lagi pula bukan sifat saya harus mengubah sesuatu yang sudah berdampak baik bagi konsumen dengan mengatas namakan kreatifitas. Saya bertekad untuk mempertahankan tagline SELERAKU karena menurut saya sangat strategis dan tidak perlu membuang investasi baik berupa uang maupun recall.

 

Gak peduli dikatakan tidak creative karena menggunakan tagline yang lama karena memiliki DNA yang kuat.

 

SELERA sebagai DNA lebih kuat dan lebih luas dibanding rasa. Karena Rasa hanya berhenti di lidah sementara SELERA bisa merambah ke selera busana, selera rumah, selera interior, selera mobil dan lain lainnya.

 

SELERA bisa menjelma menjadi LIFESTYLE. Bukan lagi TASTE. Bukan lagi sekedar rasa yang hanya memanjakan mulut.

 

Maka, sebagai sebuah DNA, SELERA memiliki added value yang unik yang hanya ada di Indomie, Yakni selera rasa Indonesia yang menggunakan resep resep masakan Indonesia sebagai bumbu yang pasti cocok dengan lidah orang Indonesia. Dari situ lahirlah makna dari Tagline "Seleraku"

 

Menjawab pertanyaan bu Eva tadi saya mengatakan "Tidak perlu bu, yang penting kita harus menambahkan makna yang kuat pada kata Seleraku".

 

"Bagaimana caranya pak Bi?" kata bu Eva

 

"Fungsi Tagline adalah shortcut memasukkan kata Seleraku kedalam benak konsumen. Tinggal kita yang harus memberi makna buat kata Seleraku. Dalam hal ini maknanya 'Pasti cocok dengan lidah anda karena Indomie menggunakan resep-resep Indonesia buat bumbunya"

 

"Jadi setiap jingle, setiap theme song selalu diakhiri dengan kalimat Indomie seleraku?" tamya bu Eva

 

"Betul. Karena itu merupakan Core Value Indomie" kata saya

INDOMIE RAMADHAN

Setelah sukses dengan kampanye Indomie 50 tahun kemerdekaan, saya dipanggil lagi mengikuti pitching promo program Indomie  untuk bulan puasa 1995. Saat itu, tim Marketing Indofood yang memberi brief promo program. Kalau tidak salah, kampanye “beli 10 gratis 1” atau yang semacam itu. Biasa iklan Tactical khas team Marketing.

 

Saya berkata pada tim Indofood, "Sayang ya, habis sukses kampanye brand building lewat kampanye Indomie 50 tahun kemerdekaan RI, kok langsung promo tactical?”

 

Pak Agustinus dan pak Johnianto dari Indofood pun menjawab, "Kalau pak Biakto punya ide lain, silahkan saja diajukan".

Saya menjawab singkat, "Oke, saya akan coba".

 

Mengapa saya menyayangkan rencana Indofood untuk melakukan promo? Sebagai praktisi brand, saya selalu berpikir bahwa promo itu mengurangi kredibilitas brand. Padahal, dengan biaya yang sama, kita bisa memperkuat brand image Indomie

 

Singkat kata, saya mempresentasikan konsep saya di hadapan ibu Eva bersama tim pitching nya. Saya menerangkan konsep kampanye iklan Thematic brand building Indomie  untuk Ramadhan.

 

Saya awali presentasi saya dengan "Top list 9 bahan pokok adalah nasi (beras) selaku makanan utama. Produk-produk di luar 9 bahan pokok berebut menjadi nomor 10. Kampanye Ramadhan ini membuka peluang Indomie masuk posisi satu menjadi makanan utama bersama nasi".

​

Bu Eva bertanya, "Bukannya bulan puasa nggak ada orang makan?"

Saya menjawab, "Justru perut lapar yang dipikirin makanan. Semua orang berpikir ‘buka makan apa’? Nah, kita rebut posisi nasi. Jarang sekali orang buka puasa langsung makan nasi”

 

Kemudian saya mempresentasikan lirik yang kemudian melegenda:

 

"Hari ini kita puasa. Menjalankan perintah agama. Buka puasa bersama Indomie. Indomie seleraku”

 

Dan versi sahurnya sebagai berikut:

"Hari ini kita puasa. Menjalankan perintah agama, Kita sahur bersama Indomie. Indomie seleraku”

 

Dan versi Idul Fitrinya: "Hari ini hari yang fitri. Kita rayakan kemenangan. Minal Aidzin wal faidzin/ Maafkan lahir bathin"

 

Setelah saya mempresentasikan ketiga TVC buat Ramadhan, bu Eve mengajukan pertanyaan yang menyentak saya, "Jadi kapan saya mulai jualan Indomie  nya?”

 

Menurut saya memang tak ada yang salah dengan pertanyaan ini. Awalnya kan ini program Indomie. Jadi target Indofood adalah menggenjot penjualan Indomie – Sales, sales, sales, di bulan puasa alias bulan “orang tidak makan”. Saya terdiam sebentar.

 

Kemudian menjawab, "Bu, bulan puasa itu 30 hari. Dibagi menjadi 3 bagian. 10 hari pertama masjid penuh sholat Tarawih. 10 hari kedua restoran penuh undangan buka nersama. 10 hari ketiga mall penuh pembantu beli oleh-oleh buat pulang kampung.. 10 hari pertama dan kedua mungkin belum bisa menjual Indomie bu. Tapi 10 hari ketiga ibu pasti mulai jualan".

 

"Kenapa begitu?" tanyanya lagi. Saya menjawab,"10 hari ketiga pembantu mudik. Ibu-ibu terpaksa masak sahur dan buka sendiri.”

Kita tawarkan cara sahur dan buka yang praktis".

 

Di sini ibu Eva mulai tersenyum, "Kita mendapat bonus 10 hari keempat. Pembantu belum kembali dari kampung. Ibu-ibu sudah terbiasa masak Indomie ".

 

"Jadi saya tidak jualan 20 hari pertama, tapi dibalas dengan jualan di 20 hari kedua?" Saya tersenyum.

 

Beberapa manajer protes "Kalau bisa jualan 40 hari dengan promo, kenapa harus jualan 20 hari?" Akhirnya, beberapa manajer sepakat memilih consumer promo.

 

"Ramadhan itu event besar. Pesta besar bagi umat muslim. Indonesia punya umat muslim terbesar di dunia. Tapi, Ramadhan belum ada yang ‘menguasai’", saya menegaskan kembali.

 

"Kalau campaign Ramadhan ini dijalankan secara konsisten, maka Indomie bakal menjadi pemilik event Ramadhan. Dan inilah sejatinya branding”.

​

Saya cukup berdebar menunggu di luar ruang rapat. Apalagi pak Agustinus bilang "Presentasi Anda “out of the box”. Alias “out of the brief”, hahaha". Ini membuat saya makin berdebar. Ketika nama saya dipanggil masuk ruang rapat kembali, hampir saja saya terkencing-kencing saking stresnya.

 

Begitu duduk, barisan klien di seberang meja. Dan bu Eva berkata "Pak Biakto. You win the pich" diiringi tepuk tangan yg hadir. Bu Eva yang duduk di ujung meja pun menjabat tangan kami.

 

Dan campaign Indomie Ramadhan ini bergema selama 10 kali bulan Ramadhan. Sampai-sampai ada yg bilang "Mulainya Ramadhan bukan lagi ditentukan oleh hilal, tapi iklan Indomie ".

 

Ada yang menarik saat shooting TVC ini. Tidak ada satupun klien yang hadir. Mungkin mereka protes kenapa consumer promo bisa berubah jadi iklan Thematic Brand Indomie .

 

"Kalau client tidak hadir, artinya mereka melepaskan otoritasnya dan menyerahkan kepada Agency. Jadi mereka tidak boleh protes", kata saya ke produser Indomie .

 

Benar saja, rupanya manajer itu menolak iklan saya. Bu Eva bertanya ke manajer itu, "Kamu mengawasi dia, apa tidak sewaktu shooting?" Manajer itu menjawab, "Saya berhalangan, bu".

Bu Eva menjawab, "Kalo begitu kamu tidak boleh protes".

Maka mengudaralah iklan yang katanya foodshot nya seperti (maaf) e'ek itu selama 10 tahun, melambungkan penjualan Indomie.

 

Terima kasih

bottom of page