Selaku praktisi Branding karier yang 50 tahun, saya termasuk sangat beruntung karena perjalanan profesi saya cukup runut membentuk seorang Pak Bi yang sekarang.
Bayangkan di usia 19 tahun baru lulus SMA sudah langsung ditawari kerja sebagai Art Director di sebuah Packaging Company modern saat itu yang mengusung credo “Packaging is a Silence Salesman”.
Sebagai Art Director yg mengawali sebuah proses produksi yang berjalan : color separation, printing, die cutting dan glueing saya digembleng oleh semua boss dept tersebut agar tidak menyulitkan proses produksi.
Tanpa sadari selama 7 tahun kerja disitu membuat saya mendevelop skill ambidexterity: multi talent,multi tasking dan multi fokus yg membuat saya kelak bekerja cepat dan efisien.
Sebelum masuk ke dunia marketing dan markomnya saya beruntung bertemu guru saya pak Adnanputra jebolan Harvard yang mengajarkan ‘algoritma’ mindset dari macro envirement, micro envirement, Marketing, Markom hingga copywriting.
Lalu diawal karier sebagai orang iklan saya bertemu seorang guru film production Om Liem dari Sanggar Prativi dimana saya belajar proses production sd editing.
Selanjutnya sy bertemu client-client para CEO perusahaan yg paham bhw branding adalah intangible asset yg menjadi tanggung jawabnya.
Ini membuat saya menjadi seorang Brand strategist, eksekutor dan aktivator
Jadi hampir semua brand brand yg saya besarkan saya kerjakan sendiri dengan bantuan superteam yang jumlahnya hampir 200 orang.
Brand-brand besar itu saya besarkan lewat tagline dan jingle untuk deliver value produknya.
Seorang leader mmg harus maju duluan, mengamati tantangan, menganalisa proses selanjutnya mendelegasikan pekerjaan ke superteam.
Seorang leader harus siap terjun manakala “thing goes wrong” ditangan team.
Semua pengalaman itu saya bagikan di workshop workshop saya dengan lika-liku tantangannya.
Ah itu kan brand-brand lama semua pak Bi?
Benar. Brand-brand baru belum bisa saya ceritakan karena ada NDA.