Baru-baru ini, Pak Bi kembali menjadi bintang tamu di podcast Kasisolusi, yang dipandu oleh founder dan CEO Kasisolusi Deryansha. Dalam episode yang tayang pada 12 Desember ini, Pak Bi membahas bagaimana sih caranya membuat produk?
Pak Bi mengatakan kalau beliau kerap kali mendapat pertanyaan, “Pak, saya bagusnya bisnis apa ya?” yang biasanya dijawab dengan, “Harus dimulai dari value, karena ini value creation.” Kalau sudah ada value-nya, maka membuat produknya akan lebih gampang.
“Misalnya, ‘Saya mau bikin makanan yang mengenyangkan.’ Valuenya mengenyangkan, kalau sudah ketemu tinggal dicari bahan makanan apa yang mengenyangkan, misalnya singkong atau ketela,” jelas Pak Bi.
“Jadi valuenya ditemukan dulu baru produknya. Namun ternyata, hal ini susah untuk dilakukan.”
Faktanya, tak hanya UKM tapi korporat juga membuat produk dengan memulainya dari menyontek yang sudah ada, kata Pak Bi.
“Nyontek adalah perbuatan kita seumur hidup. Ngeliat orang lain, ikut. Ngeliat orang lain bikin podcast, kamu bikin podcast,” kata Pak Bi sambil bercanda kepada Deryansha.
Pak Bi bertanya, bisa nggak sh podcast nggak usah pakai kamera atau audio setup dengan standing mic dan hanya menggunakan handphone tiga buah? Deryansha menjawab, kalau tidak menggunakan setting seperti itu, ia merasa podcastnya tidak akan diterima oleh pendengar podcast, yang lalu disetujui oleh Pak Bi. Ia mengibaratkan ayam geprek yang di mana-mana menggunakan ayam goreng tepung, bukan olahan ayam lainnya.
“Kalo kita bikin sok kreatif, sok inovatif lalu dibikin beda, jangan-jangan tidak diterima oleh pasar. Ini adalah dilema yang sering dihadapi oleh teman-teman UKM yang bikin produk,” jawab Pak Bi.
Pak Bi mencontohkan, misalnya seorang pengusaha ingin membuat masuk ke kategori burger. Ia harus membuat produk burger yang sesuai dengan format burger pada umumnya karena kalau bentuknya lain, maka pasar akan menganggap produknya bukan burger. UKM rata-rata membuat produknya semirip mungkin dengan market leader, karena barangnya mirip, maka yang kemudian menentukan adalah harga: yang murah, yang dibeli.
Ketika perang harga sudah terjadi, biasanya pengusaha akan mencoba melakukan inovasi pada produknya — namun kembali lagi, mereka takut beda dari produk yang sama di pasaran. Ada solusi yang Pak Bi selalu pakai baik untuk UKM dan korporat: menyontek dulu, hingga skala brandnya cukup besar untuk diberikan added value.
Pak Bi menceritakan tentang Burger Qebul, yang dimiliki oleh alumni Bisa Bikin Brand (BBB) Agus Yunanto. Sejak berdiri tahun 2012, Burger Qebul memasak patties burgernya di atas flat top grill. Kini, setelah Burger Qebul sudah besar, Agus menambah value brandnya dengan “Qebul Firewood Burger Specialist.”
BACA JUGA: Burger Qebul sajikan burger bakar dengan patty daging asli
Patties yang terbuat dari daging cincang dibakar di atas grill dengan kayu bakar dengan tungku bata yang dibangun khusus, sehingga membedakan Burger Qebul dengan brand burger lainnya. Karena ini, Pak Bi bilang kalau Burger Qebul sudah menciptakan kategori baru, yaitu burger bakar, atau kalau kita jabarkan added value dengan menggunakan “yang”: “burger yang dibakar.”
Kata Pak Bi, Burger Qebul tidak berada di kategori yang sama lagi dengan McDonald’s atau Burger King. Franchise besar seperti mereka sudah memiliki standar internasional untuk dapur dan cara pemasakan patties burger, sehingga tidak bisa membangun tungku seperti yang Agus lakukan.
Maka, Agus telah melakukan disruption karena telah “mematikan” keunggulan brand-brand besar tersebut. Deryansha menyimpulkan bahwa brand disruption adalah membuat kompetitor tidak sepadan dan menjadi tidak relevan dibanding kita, bahkan bisa “mengecoh” konsumen agar berpikir bahwa standar baru produk di sebuah kategori adalah produk kita.
Contoh lainnya yang Pak Bi sebut adalah Mas Mono, yang membuat produk ayam geprek dengan inovasi berupa ayam bakar yang digeprek.
Deryansha juga menyebut kalau Kopiko membuat kompetitor menjadi tidak relevan, karena di market permen menjadi kopi namun di market kopi menjadi permen, sehingga mengecoh konsumen. Hal ini baru bisa terjadi kalau suatu brand berhasil melakukan disruption.
Apakah Anda adalah alumni Bisa Bikin Brand (BBB) yang ingin bisa mendisrupsi pasar dan dan keluar dari red ocean? Pak Bi akan mengupas disruption secara tuntas di workshop offline Brand Disruption di The Ritz-Carlton Jakarta, Pacific Place pada 20 Desember 2022 pukul 9.00-17.00 WIB.
Di workshop ini, Anda akan menerima ilmu tertinggi yang Pak Bi bagikan kepada para alumni BBB, dan beliau akan memandu Anda secara step by step sampai bisa. Pendaftaran bisa dilakukan melalui link bit.ly/workshoppaksubiakto atau Anda juga bisa menghubungi admin Kasim melalui WhatsApp di 085223944575.
Sampai jumpa di workshop!
Penulis: Nadia VH