
Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, Subiakto Priosoedarsono atau lebih akrab disapa Pak Bi melakukan perjalanan ke banyak kota di Indonesia. Kunjungan Pak Bi ini tidak lain dan tidak bukan untuk membagi ilmu dan pemahaman tentang arti sebuah Brand dan bagaimana cara membangunnya di bawah bendera Bukan Akademi.
Hampir setiap peserta kelas ataupun seminar yang hadir selalu memiliki persepsi bahwa proses Branding itu hanya berada di wilayah promosi. Seperti pembuatan logo, nama merek, brosur, pembuatan slogan/tagline, pameran, dan beberapa kegiatan promosi lainnya. Well, persepsi tersebut tidak sepenuhnya salah, hanya kurang tepat. Kegiatan promosi tersebut hanya salah satu bagian dari proses membangun Brand, bahkan sebenarnya tanpa beriklan melalui pamflet, brosur, dan media iklan lainnya, anda sebenarnya juga bisa melakukan proses Branding. Jika anda follower Pak Bi di Twitter, mungkin anda sudah tidak asing dengan istilah “Branding Tanpa Iklan” yang sering ditwit oleh Pak Bi.
Persepsi kurang tepat lainnya yang sering hinggap dalam pikiran peserta kelas atau seminar Pak Bi adalah pembuatan slogan/tagline cukup ditebak-tebak secara spontan. Cara tersebut bisa saja dilakukan dan berhasil, namun kita tentu tidak mau bertaruh untuk hal yang ditebak-tebak sementara Pak Bi memberi tahu kita cara yang efektif dalam membuat slogan/tagline.
Mispersepi dalam hal pembuatan slogan/tagline ini bisa dilihat dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para peserta saat sesi tanya-jawab di kelas atau seminar Pak Bi. Kebanyakan pertanyaan yang diajukan lebih menjurus ke
konsultasi misal “Pak Bi slogan yang tepat untuk produk saya ini apa ya?” Jika anda mengajukan pertanyaan demikian, jangan harap anda mendapatkan jawaban yang memuaskan dari Pak Bi. Karena pada dasarnya jawaban dari pertanyaan tersebut bisa ditemukan oleh anda sendiri jika menyimak dengan baik slide per slide dari presentasi Pak Bi. Percayalah ilmu Branding yang disebar Pak Bi ini sifatnya sangat langka, saya ragu ada orang lain yang mau membagi ilmu Branding sedetil yang diajarkan oleh Pak Bi dengan sangat terbuka.
Lalu apa saja sebenarnya materi Branding yang disampaikan Pak Bi? Untuk kelas dan seminar yang memiliki durasi waktu 2-3 jam biasanya adalah pemahaman Branding itu apa dan pembentukan persepsi bahwa proses Branding tidak melulu memerlukan iklan. Selain itu juga peringatan tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA harus menjadi momentum sekaligus cambuk bagi rekan-rekan UKM dalam membangun Brand. Maka dari itu dikuatkan pemahaman bahwa Branding itu sebenarnya tidak mahal, bisa tanpa iklan. Banyak cara untuk memperkokoh Brand lokal di antaranya dengan melakukan Personal Branding, City Branding, dan membangun Komunal Brand.
Cara-cara Branding seperti Personal Branding, City Branding, dan membangun Komunal Brand harus erat kaitannya dengan kearifan lokal. Misal membangun ikatan emosi dengan konsumen melalui kepercayaan, sebagai pedagang anda mengizinkan konsumen anda ‘ngebon’, melalui rasa kepercayaan tersebut tanpa anda sadari sebenarnya anda telah melakukan Personal Branding. Itu baru sedikit banyak contoh Personal Branding dengan kearifan lokal.
Ada lagi City Branding, pada dasarnya dalam melakukan City Branding anda perlu membangun landmark. Landmark tidak melulu sebuah bangunan ikonik suatu kota, tapi juga bisa dari kuliner hingga tokoh kota pun bisa menjadi landmark. Kembali ke dasar ilmu Brading, landmark tersebut harus bisa memberi ikatan emosi terhadap penduduk maupun pengunjung kotanya.
Satu hal penting yang perlu diingat oleh para peserta setelah mengikuti kelas atau seminar Pak Bi adalah proses Branding ibarat pelari maraton bukan sprint. Diperlukan usaha terus-menerus dalam jangka panjang, konsisten dalam memberi kesan pertama yang baik di setiap transaksi.
Dalam materi yang disampaikan Pak Bi di kelas maupun seminar, beliau akan berbagi pengalamannya dalam membangun Brand beberapa produk ternama di Indonesia seperti Indomie, Kopiko, atau Extra Joss. Anda akan disadarkan bahwa dalam mengkomunikasikan pesan seperti slogan/tagline bahkan jingle, tidak dikerjakan secara spontan atau tebak-tebakan. Ada banyak proses yang dilalui sehingga ditemukanlah sebuah slogan/tagline/jingle.