KOMPAS.com – Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dinilai sebagai sektor yang paling rawan terkena imbas kebijakan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan segera berlaku. Namun, bagi pakar branding Subiakto Priosoedarsono, para pelaku Usaha Kecil Mengah (UKM) Indonesia mesti mampu mengemas secara baik produknya dengan menciptakan personal branding sebelum MEA berlaku.
Apa itu personal branding? Menurut Subiakto, personal branding adalah praktik seseorang yang memasarkan dirinya dan keahliannya sebagai suatu brand atau merek. Sayangnya, banyak para pelaku di sektor UMKM masih kesulitan menciptakan personal brand-nya.
Di tengah kegamangan sektor UMKM menyambut MEA, Subiakto mengatakan perlunya para pelaku UKM untuk memanfaatkan local wisdom atau kearifan lokal. Nah menariknya, pria yang sudah berkecimpung di dunia brand selama 45 tahun itu menyarankan agar pelaku usaha menggunakan stategi ngebon alias konsumen dipersilahkan ngutang terlebih dahulu.
“Contoh yang paling kuat untuk menghadapi yang masuk nanti adalah sistem ngebon. itu kearifan lokal yang pengusaha dari Thailand, dari Malaysia, pengusaha dari Singapura tidak kenal sistem ngebon, cuma ada di Indonesia,” kata Subiakto saat berbicara di depan ribuan entrepreneur dalam acara Pesta Wirausaha yang dihelat di TMII, Jumat (3/4/2015) lalu.
Bagi pria yang lekat dengan rambut gondong dan kumis tebal itu, ngebon juga bisa menciptakan personal brand antara penjual dengan konsumennya. Mengapa ngebon? Kata Subiakto, karena di situ sudah terjadi ikatan emosional antara penjual dan konsumen. Ya, rasa saling percaya yang merupakan salah satu hal dasar dalam menciptakan personal brand suatu produk atau jasa.
“Personal branding itu enggak perlu macem-macem, dengan ngebon tadi bisa. Dengan ngebon anda saling kenal, anda saling percaya, di situ sudah terjadi personal brand,” katanya.
Berdasarkan pengalamannya, menciptakan personal branding umumnya ada dua cara yaitu menciptakan personal branding dengan kompetensi dan menciptakan personal branding dengan self packaging.
Personal branding dengan kompetensi
Pada cara pertama ini, Subiakto mengatakan bahwa personal brand diciptakan melalui kompetensi yang dimiliki oleh seseorang. Misalkan kata dia, seseorang memiliki kemampuan dalam hal memasak, maka hal penting yang harus ditonjolkan yaitu sebagai ahli masak.
Personal branding dengan self packaging
Cara kedua ini menurut Subiakto tak mengandalkan kompetensi individu melainkan mengandalkan kemampuan seseorang mengemas penampilannya. Misalkan kata dia, bagaimana produk jam tangan Rolex memposiskan diri sebagai produk yang dinilai lekat dengan orang-orang sukses.
“Semua orang yang sukses pasti beli Rolex. Dan ketika bisnisnya bangkrut, Rolex adalah barang yang terakhir yang dia jual. Karena sudah menjadi jati diri,” tuturnya.
Lebih lanjut, Subiakto juga berkata bahwa personal brand sangat penting bagi para pelaku usaha. Pasalnya, dengan personal brand maka ikatan emosi antara penjual dan konsumen bisa terjalin. Menurut dia, saat suatu brand mampu menjadi jati diri dari sebuah komunitas masyarakat, maka itulah pencapaiaan tertinggi personal branding.
“Ingat Bung Karno ingat proklamasi, Ingat Pak Harto ingat pembangunan, ingat Bung Hatta ingat koperasi, ingat Ki Hajar Dewantara ingat Taman Siswa. Personal brand hanya bisa dilakukan satu kali seumur hidup, maka itu pilh-pilih lah anda mau diingat sebagai apa,” ucap Subiakto.
Sumber: Kompas.com