subiakto.com. “Jadi menurut pak Bi apa maknanya HAUS? Trustnya ada dimana?” Saya jawab “Sekitar tahun 2018 @gufronsyarif berlima datang di Workshop BBB sudah membawa merek HAUS. Berlima masih bertanya tanya tepat nggak pakai merek HAUS? “Bukannya POVnya konsumen yang fokus pada masalahnya?” Ya saya juga bingung ada produsen yang pov nya konsumen. Konsumen kan fokusnya pada masalah. Sementara produsen kan fokusnya pada solusi. Kalau dia maknanya masalah, kalau ada pesaing yang bawa solusi kan repot. Pada batch berikutnya ada alumni yang punya kategori yang sama. Pesaingnya. Mereknya ‘Glek’. Saya buatin tagline yang kuat. Bunyinya “Sekali Glek, haus hilang”. Itu resiko kalau masalah dijadikan merek. Untungnya alumni tersebut menjunjung tinggi etika. Sesama alumni harus saling menghormati. Jadi dia nggak mau pake tagline tsb.
@gufronsyarif sadar punya merek yang ‘terbuka’ diserang lawan. Maka dia buatlah Tagline yang memperkuat makna mereknya “Semua berhak minum enak”. Bravo. Tagline tersebut berhasil menutup lobang yang menganga. Malah sudah berhasil meningkatkan valuasi brandnya dan maju IPO. Janji yang harus ditepati. Karena itu nama/mereknya menjanjikan valuenya. Menurut @gufronsyarif valuenya ‘enak’. Call to actionnya ‘haus’ Gak instant langsung jadi Brand. Waktu lah yang menyelesaikan masalah dengan usaha yang konsisten. Haus adalah sebuah nama/merek yang berupa janji. Janji harus ditepati. Baru timbul Tust. Baru menjadi brand. Karena Brand adalah ‘belief system’. Seperti percaya adanya sorga tapi belum pernah kesana. Seperti lihat gambar minuman sudah ‘ngiler’ (tempting) kebayang enaknya. Memang terbaik kalau namanya bisa mengandung maknanya. @gufronsyarif sadar itu. Makanya dia ngasih Tagline yang memperkuat makna dari mereknya. Itu gunanya tagline. Karena namanya belum lengkap menggambarkan maknanya. Selamat buat @gufronsyarif dan kawan kawan. Sekian terima kasih. Brand siapa yang mau dibahas? Cung (Bersambung) #nama#merek#makna#brand#tagline
Comments